fbpx

0
0
0
s2sdefault

BATAL CABUT PERNYATAAN

Kemarin sempat terpikir untuk mencabut pernyataan saya sejak 3,5 tahun lalu bahwa "Panglima Tertinggi Gak Punya Nyali". Tapi aksi pencopotan baliho itu murni inisiatif Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman, bukan atas instruksi Panglima TNI apalagi Presiden.

Kemudian kejadian kemarin saat teroris Mujahidin Indonesia Timur menggorok dan membakar hidup-hidup 4 orang dan membakar sebuah rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah saya jadi mulai berpikir ulang.

Reaksi cepat Presiden yang mengecam keras pernyataan Macron yang dianggap telah melukai perasaan umat Islam sedunia karena kasus pemenggalan kepala di Prancis ternyata tidak sebanding dengan reaksinya atas kejadian pemenggalan kepala yang terjadi di wilayah yang dipimpinnya sendiri yaitu tetap diam membisu seribu bahasa seperti yang selama 6,5 tahun ini konsisten dilakukannya.

Dengan demikian saya tidak jadi mencabut pernyataan saya sejak 3,5 tahun lalu bahwa "Panglima Tertinggi (Ternyata Masih) Gak Punya Nyali".

Bukan apa-apa sih. Saya cuma ingin menanyakan apakah sila ke 5 Pancasila (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) sebenarnya masih berlaku apa tidak? Terus apakah amanat konstitusi bahwa "semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum" juga masih berlaku atau tidak?

Kenapa provokator si tukang obat (sudah bukan Bang Toyib lagi karena sudah pulang meski hobi kaboornya juga belum sembuh) tetap saja kebal hukum dan bebas berkeliaran meski kemarin teriak2 ngajak penggal orang (yang kemudian direalisasikan oleh teroris MIT baru-baru ini) ?

Biasanya sih Baginda baru bereaksi saat medsos dan netijen ribut duluan. Contohnya saat rencana pembebasan gembong teroris Ba'asyir dan pemulangan WNI eks teroris Suriah yang batal karena ditolak rame2 sama netijen.

Jadi mari kita ribut dan ramaikan tagar #PanglimaTertinggiGakPunyaNyali biar kuping Ring-1 panas dan mulai take action. Masak selama 6,5 tahun caturnya jalan di tempat melulu? Kalah sama nyali Nyai wanita Amazon yang cuma seorang single parent doang dong pak......

Mari seruput dulu olinya kawan......

Salam Waras
.
.
.
Muhammad Zazuli

0
0
0
s2sdefault

0
0
0
s2sdefault

FB IMG 1606137447355

Siapa Propaganda Apa

SitindaonNews.Com | Medsos merupakan sarana curhat masyarakat menyampaikan isi hatinya atau kegelisahannya atas apa yg dirasakan.

Dan adanya Medsos juga sangat membantu dalam membendung penyebaran Covid-19 karena tidak perlu lagi rakyat ramai² kerumunan di jalanan menyampaikan isi hatinya ke pihak² yg berwenang.cukup melalui medsos saja.

Pemerintah hanya perlu mengawasi saja jika pengguna media sosial tersebut sudah melanggar UU seperti menghina, ujaran² kebencian, menghasut, ajakan² penggal atau membunuh atau menggulingkan pemerintahan yg sah maka aparat penegak hukum harus berani bertindak tegas, bukan dengan saling berbalas di media sosial melalui buzzer atau influencer.

Jadi sangat tidak tepat jika media sosial disebut jadi alat propaganda..
#SiapaPropagandaApa

-
-
-
Zul Abrum Sitindaon

0
0
0
s2sdefault

0
0
0
s2sdefault

FB IMG 1603876573739

CARI UANG

BAGI pejabat, cari uang ceperan itu bisa dengan dua cara. Cara pertama, persulitlah pengusaha: pasti akan keluar uangnya.

Atau pakai cara kedua, bantulah para pengusaha: mereka akan keluar juga uang –sebagian.

Yang mengatakan itu seorang pejabat di daerah. Saya sebut saja: Jawa Timur. Orangnya pun sudah meninggal dunia –semoga diterima amal kebaikannya.

Saya sebut saja namanya: Gubernur Basofi Sudirman. Mayor jenderal Kopassus. Putra ulama terkemuka yang juga seorang jenderal: Mayjen Sudirman.

Basofi, si pelantun dangdut Tidak Semua Laki-laki itu tidak tedeng aling-aling. Ia bicara apa adanya. Bahwa tidak ada pejabat yang hanya hidup dari gajinya.

Bahkan seorang pejabat di bawah Basofi juga pernah mengatakan kepada saya begini: semua target pejabat itu harus punya tabungan setidaknya Rp 10 miliar (pada 1995). Jumlahnya harus segitu agar bunga depositonya cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak sampai lulus perguruan tinggi.

Angka Rp 10 miliar itu kira-kira setara Rp 50 miliar sekarang.

Basofi tidak mengelak kenyataan itu. Tapi ia tidak setuju kalau cara untuk cari uang tambahan itu dengan mempersulit orang.

Ia sendiri pernah membantu saya mengeluarkan izin untuk membangun pabrik kertas.

Basofi tidak setuju dengan cara yang pertama. Tapi ia tidak menolak untuk yang kedua. Basofi memang tipe orang yang suka bicara apa adanya. Ia mengatakan itu kepada saya di saat lagi duduk-duduk santai. Ia juga mengatakan itu kepada para pejabat daerah di bawahnya.

Ia bilang, hampir tidak ada pejabat yang bersih. Tapi tidak harus dengan cara yang tidak terhormat. Dan yang penting jangan dengan cara yang mempersulit orang.

Sebenarnya hidup ini indah. Hidup ini juga sederhana. Kalau saja semua pejabat punya prinsip seperti itu sebenarnya tidak perlu ada omnibus law.

Memang uang ceperan yang didapat mungkin tidak banyak. Tidak semua pengusaha "tahu diri". Ada juga yang cuek bebek. Tapi setidaknya 50 persen pengusaha termasuk yang tahu diri.

Masalahnya banyak pejabat yang lupa pelajaran bahasa Indonesia. Terutama apa arti kata "cukup". Kata itu selalu dibaca "tidak cukup".

Mereka juga sudah lupa apa sebenarnya arti kata "rakus". Rakuslah yang membuat kata "cukup" kehilangan makna yang sesungguhnya.

Pada Oktober ini adalah bulan bahasa. Tapi kian tahun kita memperingati bulan bahasa kian hilang arti kata "cukup" dan arti kata "rakus'.

Ujian berikutnya adalah omnibus law. UU yang dibuat dengan kecepatan cahaya ini menghapus banyak sekali perizinan. Secara formal kesempatan pejabat mencari uang lewat cara "mempersulit" mestinya hilang.

Satu-satunya cara ngobyek adalah lewat "menyenangkan" orang. Tapi hasil obyekan dari teknik menyenangkan tidak akan sebanyak melalui teknik mempersulit.

Yang "tidak banyak" itu sebenarnya "cukup". Asal orang mengerti apa arti kata cukup yang sebenarnya. Masalahnya di kata "rakus". Yang juga sudah kehilangan makna dari kehidupan sehari-hari.

Jadi, wahai para pejabat, siap-siaplah menghadapi kehidupan baru bersama omnibus law. Bagi yang tetap ngotot akan rakus, Anda akan kehilangan banyak hal yang bisa Anda pakai untuk mempersulit orang.

Atau, Anda akan lebih kreatif? Dengan mencari cara-cara baru untuk mempersulit orang?

Maka di bulan bahasa ini, mari kita adakan sayembara: cara apa saja yang masih bisa dilakukan para pejabat untuk mempersulit pengusaha. Termasuk pengusaha UMKM.

Kalau kita masih bisa menemukan 10 saja cara baru itu, sia-sialah heboh-heboh yang mendebarkan di sekitar pengesahan UU Cipta Kerja ini.
.
.
.
Dahlan Iskan

Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3669610046463687&id=803774136380640

0
0
0
s2sdefault

0
0
0
s2sdefault

FB IMG 1606088620503

Ketika TNI memadamkan banyak kebakaran hutan di Sumatra tidak ada yang komen dan sedikit yang memuji.

Ketika TNI menbantu cetak sawah utk peningkatan petani tidak ada yang komen dan sedikit yang memuji.

Ketika TNI membantu Bulog menyerap Gabah Petani untuk peningkatan Raskin tidak ada yang Komen dan sedikit yang memuji.

Ketika TNI membersihkan sungai Citarum dari polusi, tidak ada yang komen dan sedikit yang memuji.

Ketika TNI turun membantu berbagai bencana alam, tidak ada yang komen dan sedikit yang memuji.

Ketika TNI membantu tugas penanganan Covid 19 dan pemulihan ekonomi tidak ada yang komen dan sedikit yang memuji.

Semua diatas juga bukan tugas perang; Tapi ketika TNI menurunkan baliho baliho provokatif dan illegal serta jelas2 menghina TNI, banyak yang komen dan tidak setuju, mempertanyakan Tugas TNI
Mengapa?

Tugas pokok TNI menyelamatkan bangsa dan mengamankan negara dalam arti yang luas.
.
.
.
Peter F Gontha
Foto Agus Suparto

Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3748574385233919&id=803774136380640

0
0
0
s2sdefault

0
0
0
s2sdefault

IMG 20201002 212807Wakil Ketua Tim Pemenangan AMAN,  Turedo Sitindaon

Wakil Ketua Tim Pemenangan AMAN, Turedo Sitindaon menyanggah pernyataan Juru Bicara Pemenangan Bobby-Aulia, Meryl R Saragih mengenai politik dinasti dan sistem meritokrasi. Dikatakan Turedo, politik dinasti memang melekat pada Bobby. Bobby Nasution, kata Turedo, memang dikenal masyarakat Kota Medan masih hanya sebatas menantu Presiden Jokowi. Bobby sendiri mengakui itu di berbagai kesempatan.

"Karena memang Bobby tidak pernah tumbuh dan besar di Kota Medan. Inikan bisa kita lihat di daftar perjalanan hidup dia. Mulai dari sekolah dan bisnis memang dihabiskan di luar Kota Medan. Bahkan Bobby selalu menjadikan status menantu presiden itu sebagai salah satu keunggulan beliau dibandingkan Akhyar. Seperti misalnya bisa menghubungi atau menelpon menteri di pemerintah pusat. Status Bobby sebagai menantu presiden itu adalah sebuah fakta. Jadi top of mind nya Bobby adalah menantu presiden dan itu memang terasosiasikan dengan politik dinasti," kata Turedo dalam keterangan tertulisnya kepada media, Jumat (2/10/2020)

Selain itu, sambung Turedo, pemahaman Meryl mengenai sistem meritokrasi adalah bias. Dimana kemampuan atau kapasitas menjadi sebuah tolak ukur. Dalam teori meritokrasi antitesa/lawannya adalah adanya "privilege" atau sebuah hak istimewa. Kalau bahasa sederhananya nepotisme. Dimana jika seseorang memiliki privilege tersebut maka dapat mengalahkan orang yang memiliki kompetensi dan kapasitas.

Previlege inikan adanya di Bobby, bukan Akhyar. Contoh sederhana saja, privilege dalam hal pengamanan sebagai menantu presiden, itu bahkan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2013. Dengan menyandang status menantu presiden misalnya dapat menghubungi menteri di pemerintah pusat. Dengan segala privilege yang dimiliki, menurut kami tidak sesuai dengan makna sistem meritokrasi yang digaungkan, kata Turedo.

"Kalau Akhyar jelas dalam visi dan misinya dalam mengelola pemerintahan ke depan akan menerapkan asas good governance dan clean governance. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, dimana sistem meritrokasi sebagai salah satu variabelnya. Karena sistem meritokrasi sebagai ukuran, memang lebih cocok dengan Akhyar. Dimana dalam setiap pencapaian dalam hidupnya, misalnya sebagai Anggota DPRD Medan, bisnis, dan bahkan menjadi Wakil Walikota Medan selalu dicapai dengan kerja keras dan perjuangan bukan karena privilege. Jadi Akhyar tidak asing dengan sistem meritokrasi ini, karena beliau bagian dan pelaku dari sistem itu," tandas Turedo.

Sebelumnya kepada media, Meryl mengatakan, pencalonan Bobby sebagai Wali Kota Medan, bukan soal politik dinasti.

“Siapapun dia, terlepas dari dia anak presiden, menantu presiden atau bahkan rakyat biasapun, asal warga negara Indonesia dan memenuhi syarat-syarat dan mampu untuk memimpin suatu kota, dia layak untuk dicalonkan dan untuk dipilih,” katanya, Kamis (1/10/2020).

Sistem yang ingin dibangun Bobby-Aulia, kata Meryl adalah sistem meritokrasi, merit system. Yakni sistem dimana semua orang, dimana dia bisa, dia mampu, dia bisa mencalonkan diri sebagai pemimpin. “Dan disini Bobby memilih jalur pengabdian melalui politik dengan menjadi calon wali kota Medan,” terang kader PDI-P ini.

0
0
0
s2sdefault