Harusnya Ahok tayang di acara hari ini jam 19.30-21.30. Semuanya sudah direncanakan matang-matang dari awal. Sebaran sudah diberikan. Flyer sudah disebarkan, seluruh mata warga Indonesia siap menonton acara ini.
Lantas, per hari ini, pada waktu yang sama, saya menunggu melongo di depan televisi menanti-nantikan Ahok. Tapi tak kunjung datang. Ada apa gerangan? Saya curiga, ada peranan radikalisme di dalamnya. Bagaimana analisisnya? Begini.
Kita harus sepakat dan kita sudah semuanya tahu, bahwa musuh radikalisme adalah Ahok. Ahok adalah sosok pekerja keras yang mengenyampingkan setiap identitas suku, agama, ras dan golongannya.
Ahok menjadi birokrat dan pejabat publik, yang melayani seluruh rakyat Jakarta. Tanpa terkecuali. Memang secara identitas, orang ini adalah sosok yang berbeda dan dianggap memiliki label minoritas.
Bahkan dia sendiri mengatakan bahwa Ahok menyandang gelar double minority. Artinya, minoritas ganda ini didatangkan dari orang lain, dan Ahok sadar betul. Jadi apa hubungannya dengan radikalisme?
Paham radikalisme ini merupakan paham yang bertentangan dengan semangat Pancasila. Di dalam pengajaran Pancasila yang tidak bertentangan dengan agama, mereka mencoba untuk mempertentangkan antara agama dan Pancasila.
Maka dengan Ahok menjalankan tugas dan fungsi sebagai gubernur, dia tetap saja dianggap sebagai orang yang tidak bisa memimpin.
Mengapa? Karena agamanya berbeda. Ini adalah sebuah pandangan radikalisme yang merasuk, menghantui dan terus menerus ada di dalam diri manusia-manusia pendukung unta gurun ini.
Radikalisme adalah musuh Ahok, karena radikalisme ini tidak suka orang yang berbeda. Radikalisme dan uniformitas adalah dua hal yang berada di satu keping koin.
Radikalisme menuntut kesamaan baik dari sisi agama, suku dan ras. Ini adalah sebuah hal yang terus menerus digoreng sampai gosong oleh pendukung kadal gurun.
Hebatnya, Ahok selama menjabat menjadi gubernur, begitu menahan serangan dengan sangat luar biasa. Mereka ini mempertontonkan kenajisan dalam berpolitik. Politik dicampuraduk dengan agama dan menjadi sangat rusak. Kerusakan itu sudah terjadi.
The damage has been done.
Pilkada DKI Jakarta adalah pilkada terburuk sepanjang masa. Ahok ini menjadi media darling, dan ia menjadi orang yang berhasil membuat tingkat kepuasan warga, tertinggi sepanjang sejarah. Ini adalah pencapaian dari Ahok, yang menyandang gelar double minority.
Artinya, secara umum seluruh rakyat Jakarta sudah sangat puas dengan keberadaan kepemimpinan Ahok. Tuhan memberikan kecintaan warga terhadap Ahok dengan sangat baik.
Ahok bahkan dengan lantang dan berani, melawan radikalisme. Para pemuja kwetiau dan Wan Badut ini dibuat mati kutu dengan kepuasan rakyat Jakarta yang tinggi sekali, bahkan nyaris menembusi langit itu.
Mereka lantas memasang mata super tajam kepada Ahok, agar dicari-cari kesalahannya. Sesuatu yang tidak ia niatkan, akhirnya harus membuat dirinya jatuh dan tidak bisa bangkit lagi.
Ada peranan-peranan radikalisme yang begitu kencang menyusup ke arah Ahok. Bahkan tayangan-tayangannya dijadikan bahan pembantaian karakter Ahok.
Karakter Ahok dibunuh oleh Buni Yani, melalui video yang dipotong. Ini adalah upaya perusakan karakter Ahok yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Ini adalah hal yang sangat berbahaya untuk demokrasi. Demokrasi terancam dengan ini.
Akhirnya, ibarat bola salju yang terus bergulir, kebencian kepada Ahok ini sudah membuncah, bahkan tidak terpendam sama sekali. Kebencian itu terus dipelihara, untuk sebuah hasrat politik. Politisi baik itu akhirnya harus hancur, hanya karena video beberapa menit yang diedit dan dipotong kata-katanya.
Jadi apa hubungannya dengan pembatalan tayangan ini? Pembatalan ini kemungkinan besar adalah karena adanya tekanan dari kaum radikalis. Bayangkan, video panjang Ahok saja bisa dipendekkan dan langsung dijadikan bahan pembunuhan karakter Ahok. Apalagi wawancara yang Durasinya bisa sampai 1,5 jam?
Jadi demi keamanan Ahok sendiri, maka acara itu harus batal ditayangkan. Ini adalah ulah dari politisasi agama dan politisasi mayat yang dikerjakan sebelum-sebelumnya.
Kebencian kepada Ahok sudah begitu nyata. Padahal kita melihat bagaimana Ahok sudah begitu baik memberikan dirinya untuk berdedikasi kepada warga Jakarta. Jangan sampai Jakarta hancur, hanya karena ulah orang-orang radikalis murni yang ingin NKRI hancur.
Begitulah hancur-hancur.
Sumber: https://seword.com/politik/menguak-peranan-radikalisme-dalam-pembatalan-tayangan-ahok-QBECKK1eKc