fbpx

Fasisme Buzzer 4.0

Kita memasuki era fasisme generasi 4.0.

Fasisme Hitler berhasil memberangus musuh2 politiknya dengan cap atau stempel orang Yahudi biang kerok kehancuran Jerman.

 

Hitler faham bagaimana cara mudah untuk memobilisasi massa harus ada musuh besar yang ditakuti. Propaganda lalu disebar massive. Goebel sang ahli propaganda mengeksekusi rencana Hitler ini dengan jenius. Goebehl mengatakan kebohongan yang terus menerus disiarkan akan menjadi kebenaran.

Rakyat Jerman akhirnya termakan propaganda. Hitler tertawa senang. Ketika emosi rakyat berhasil dikuasai tinggal hitungan jam perintah habisi warga Yahudi dengan mudah dieksekusi. Rakyat sudah kadung percaya asupan propaganda Hitler. Yahudi harus dibasmi. Dihilangkan dari ras umat manusia.

Dalam teori politik, agar orang mati akal takut-takutilah dirinya dengan apa yang dia takuti. Lalu, datanglah sebagai pahlawan yang menjadi pembebas dirinya. Orang yang sudah takut akan cerita propaganda cenderung mati akal. Akalnya tidak bisa dipakai lagi secara logis dan sistematis dalam berpikir.

Hari2 ini propaganda ala fasis Hitler itu dimainkan dalam perseteruan Revisi UU KPK. Bermula dari suara LSM Indonesia Police Wacth Netta S Pane yang menengarai ada tarik2an kubu di dalam KPK. Netta menyebut kubu polisi Taliban dan India.

Omongan Netta ini dikoreografi ulang oleh buzzer2 famous dengan mengulang2 narasi Taliban. Ilmu dan jurus Goebel dipakai dengan modifikasi sana sini.

Laiknya polisi SS Gestapo Nazi, para buzzer2 ini dengan agresifitas tinggi menyerang siapapun yang berbeda pandangan dengan narasi Taliban.

Pihak yang menolak revisi dengan secepat kilat akan ditembak dengan stigma Taliban. Ini sama persis pada tahun 1965 saat pendukung Soekarno dilabel pendukung PKI. Siapapun yang melawan Soeharto dicap PKI.

Saya terus terang punya pandangan yang kritis soal KPK. Pandangan yang berdalil mendasar bahwa tidak ada satu institusi di kolong langit ini bebas dari cacat. Baik cacat materil maupun moril.

Dalil itu menjadi pijakan dasar bahwa perlu ada check and balances dalam meminimize cacat itu. Apakah sistemnya. Apakah man powernya.

Maka saya setuju diperlukan pengawas yang tupoksinya meminimize cacat itu. Agar arah dan objektif KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi efektif dan efisien.

Pikiran2 Najwa Shihab, Aliya Wahid, Romo Franz, Buya Syafii Maarif dan tokoh2 besar nasional lainnya tentu juga punya landasar berpikir rasional juga. Ada alasan yang masuk akal mengapa mereka menentang revisi UU KPK.

Perbedaan pendapat dalam isu ini menurut saya sah2 saja dalam kita berbangsa dan bernegara. Tidak ada yang salah dalam pro dan kontra ini. Ini dialektika yang muaranya akan mempertajam KPK dalam berkarya.

Sayangnya kita terlalu mudah lupa ingatan. Kita mengulang lagi peristiwa sejarah fasisme dalam melawan orang yang berpikir berbeda dengan kita. Stigma, stempel, cap dibombardir dengan begitu brutal dan sadis.

Padahal efek luka yang ditimbulkan dari serangan brutal itu adalah pembunuhan akal sehat kita dari kemampuan kita berargumentasi dengan logis dan sistematis.

Ketika fasisme 4.0 kamu mulai karena kamu sekarang kuat, percayalah suatu saat mereka yang dulu kamu kalahkan akan membalas dendam lebih menyedihkan lagi. De javu.

Itulah yang terjadi di Pakistan dan Afghanistan. Ketika suara yang berbeda dibunuh tanpa belas kasihan.

Berbeda itu kodrati. Melabel untuk membunuh itu evil.

Salam perjuangan penuh cinta

Birgaldo Sinaga

 

Sumber: Birgaldo Sinaga on FB

https://www.facebook.com/1820404924838978/posts/2342321612647304/


Add comment


Security code
Refresh