Wilayah Maining 33 salah satu lokasi tambang rakyat di Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.
SitindaonNews.Com | Masyarakat suku Korowai, sangat bergantung dengan penambangan emas tradisional yang berada di wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.
Meski berada di Kabupaten Pegunungan Bintang, wilayah Korowai diapit empat kabupaten lain, yakni Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digooel, dan Kabupaten Mappi.
Tapi, akses transportasi ke wilayah terisolir itu sangat terbatas.
Pilihan tercepat menggunakan helikopter dari Kabupaten Boven Digoel. Butuh waktu sekitar satu jam penerbangan mencapai wilayah itu.
Atau, warga bisa menggunakan logboat dari Boven Digoel selama satu hari perjalanan. Kemudian, dilanjutkan berjalan kaki selama dua hari perjalanan menuju kawasan penambangan rakyat korowai.
Lokasi yang terisolir membuat harga bahan pokok di kawasan itu cukup mahal.
HIDUP SEHAT DENGAN BUAH DAN SAYURAN SEGAR INDONESIA
Di kawasan tambang emas tradisional di Korowai, tepatnya di Maining 33, Distrik Kawinggon, Pegunungan Bintang, harga satu karung beras berukuran 10 kilogram mencapai Rp 2 juta.
" Beras 10 kilogram itu emas empat gram, kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta," kata salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Maining Hengki Yaluwo di Korowai, seperti dikutip dari AntaraRabu (1/7/2020).
Hengki menyebut, harga beras tersebut hampir sama di puluhan lokasi tambang rakyat lainnya di wilayah Korowai.
Tak cuma beras yang mahal, harga mi instan dan bahan pokok lainnya juga tinggi.
Satu kardus mi instan dijual seharga Rp 1 juta.
"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata Hengki.
Sementara itu, ikan kaleng berukuran bersar dijual seharga Rp 150.000.
Harga kebutuhan lain juga tinggi. Hengki mencontohkan ponsel yang dibanderol per gram emas.
Menurutnya, ponsel tergantung merek dijual seharga 10 gram sampai 25 gram emas.
Bergantung hidup dari tambang emas
Wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, masih terisolir dan tertinggal. Kawasan itu tak tersentuh pembangunan pemerintah.
Salah satu pemilik dusun Kali Dairam Korowai di Maining 33, Ben Yarik mengatakan, suku Korowai merupakan penghuni asli kawasan itu.
"Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami," kata Ben.
Ben mengatakan, tambang emas tradisional merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.
Ia berharap pemerintah tak menutup penambangan tradisional itu. Sebab, kawasan tambang tradisional itu menghidupi ekonomi masyarakat sekitar.
"Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin," ujarnya.
Sumber: kompas.com