fbpx

Kerusuhan Di Jati Baru Raya 220519 hma 04

Polisi mencoba menembakan gas air mata saat kerusuhan terjadi di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (22/5/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

Aparat Perlu Bertindak Represif

Oleh: Sudin Maurid Sitindaon

Menyaksikan aksi kerusuhan yang dilakukan para demostrasi pagi tadi melalui media seolah mengingatkan trauma 21 tahun lalu ketika berkantor di gkbi gedung perkantoran tertinggi dan paling dekat dengan aksi para demonstrasi.
Memori terlintas seperti kejadian nyata yang baru dimana hiruk pikuk orasi memekakan telinga, teriakan disana sini, lemparan batu, ledakan bom molotov, bakar-bakar ban, kocar kacir massa digebukin aparat, ditembaki gas air mata, desingan peluru karet. Ada yang masuk got, ketabrak motor, nabrak kaca rontok gigi empat, copet digebukin massa ambil kesempatan, terisolasi dikantor dilarang pulang ke rumah, kolega histeris panik, dll

 

Hal yang paling menegangkan waktu itu, bertugas menyelamatkan asset berupa komputer perusahaan dari kantor-kantor perusahaan yang tersebar di Pondok Indah, Kelapa Gading, ITC Roxy, ITC Mangga Dua dll dimana jalan dimana-mana diblokir dan sweeping baik oleh aparat maupun demonstrator atau warga setempat. Dimana aksi penjarahan dimana-mana mulai terjadi.

Hari ini juga 21 tahun lalu tepat tanggal 22 Mei perintah Habibie untuk mencobot pangkostrad dari jabatannya padahal baru menjabat sehari jadi presiden. Resmi dicopot secara institusi tanggal 25 Mei 1998. Entah kebetulan PKPU menetapkan tanggal 22 Mei dan 25 Mei sebagai tanggal yang penting pada tahapan pemilu.

Sementara itu para jendral purnawirawan seperti LBP, Wir, HP, Mul sudah mengindikasikan akan adanya kerusuhan pasca pemilu tahun ini. Intel serta pemaparan ke publik sudah disampaikan secara hati-hati sebab jika tidak akan ada nyinyir mereka telah kecolongan. Namun banyak pengamat justru nyinyir akan pendapat mereka dengan mengatakan berlebihan, jendral rezim orde baru. Padahal mereka ini terbukti karirnya tidak bisa dibeli politik masa itu. Alih-alih para pengamat meralat komentarnya. Sekarang banyak pengamat kaleng-kaleng ini gagu untuk minta maaf kepada para jendral purnawirawan tersebut, mereka juga gagu mengkritisi para demonstrator yang rusuh.

Jadi jika ada pemikiran bahwa pasal makar tidak tepat untuk para inisiator "people power" mendingan pindah negara aja daripada dicap sebagai penghianat bangsa atas nyinyiran yang tak berdasar. Seharusnya aparat sudah harus bertindak represif, lupakan sejenak kekhawatiran akan cap sewenang-wenang demi ketertiban dan keamanan. Kebebasan berpendapat tidak bisa didasari oleh kerdilnya mental menerima kekalahan pilpres semata apalagi sudah ada terbukti demonstrasi tersebut disuarakan sebagai "people power" yang kemudian dibungkus "kedaulatan rakyat" dengan semboyan demonstrasi damai ke bawaslu namun berujung rusuh. Toh semua akan terbukti pada akhirnya.


Add comment


Security code
Refresh