fbpx

FB IMG 1570162700160

ENAM JAM BERSAMA NINOY

Oleh: Birgaldo Sinaga

Kamis, 3 Oktober 2019.

"Saya tunggu di depan mesjid. Sekarang bang", ucap Ninoy di seberang handphone.

Saya segera meluncur dari Bandara Soetta. Usai mengantar seorang teman. Menuju tempat yang sudah ditentukan. Di bilangan Sudirman. Jam menunjukkan pukul 16.30 WIB.

Tidak sulit mencari lokasi itu. Persis di depan mesjid berwarna krem itu seorang pria berkaos oblong warna abu-abu padu celana jeans biru melambaikan tangannya.

 

Saya membalas. Melambaikan tangan dari jauh. Wajahnya ditutup masker. Kacamata hitam menutupi kedua matanya.

Topi pet menutupi rambut pendeknya. Tas kecil berwarna hitam menggantung di pundak kirinya. Sekilas ia jadi mirip penyidik KPK saat menggeledah rumah tersangka OTT.

Kami berpelukan. Saya memeluknya erat. Lama. Menepuk punggungnya. Senang haru melihatnya selamat.

"Kita keluar dari sini Bang", ajak Ninoy sambil clingak clinguk melihat sekeliling. Matanya awas.

Kami berjalan cepat. Menuju parkiran mobil. Sepelemparan batu jaraknya.

"Ahh lega rasanya", ucap Ninoy sambil menyandarkan punggungnya di jok mobil.

Ia membuka masker dan kaca matanya. Tampak di bibir atas kiri luka bekas pukulan sudah mengering. Mata sebelah kiri masih lebam dengan warna menghitam.

Lebam itu melingkar di bawah pelupuk mata. Sudah mengempis. Di banding video yang menyebar pada 1 Oktober lalu.

"Kita ngopi dulu ya", ajak saya. Ninoy setuju. Saya menyetir. Kami berputar arah menuju kawasan Senayan. Mencari tempat nongkrong. Kami haus. Kopi es lemon menemani kami ngobrol.

Ceritanya begini.

Senin, 30 September 2019, pukul 14.00 WIB, Ninoy pamit keluar rumah. Dari bilangan Tangerang, Ninoy memacu sepeda motor Scoopy matik menuju Senayan. Tepatnya seputaran Gedung DPR MPR.

Sekitar sore hari Ninoy tiba di Senayan.Tas punggung hitam berisi laptop dibawanya.

Aksi demo di luar gedung DPR MPR masih berlangsung. Matahari sudah tenggelam. Suara teriakan demonstran masih kencang terdengar. Ninoy mengambil foto. Dengan kamera hapenya.

Usai mengambil gambar, Ninoy berbalik ke bilangan Penjompongan. Ia memacu scoopy. Ia mau keliling melihat situasi lain.

Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB. Di pojokan masuk sebuah gang, Ninoy melihat banyak orang. Rupanya para demonstran. Ada yang dipapah karena terkena gas air mata.

Naluri jurnalistik Ninoy berbisik. Ia segera memarkir motornya. Lalu, berjalan mendekat ke arah kerumunan orang itu.

Cekrek..cekrekk...cekrekk.
Ninoy berhasil mengambil gambar.

"Woy ngapain elo ambil gambar!!", bentak seorang pria.

Kontan kerumunan orang itu melihat Ninoy. Ninoy dipepet. Hapenya dirampas.

"Siapa elo. Ngapain di sini!!", bentak pria itu lagi.

Tanpa ba bi bu Ninoy dikerubuti. Pukulan melayang ke tubuhnya. Ninoy dibawa ke sebuah mesjid. Massa semakin ramai. Bertubi-tubi pukulan dan tamparan diterima Ninoy. Ninoy tak bisa mengelak.

"Saya sudah pasrah saja Bang malam itu", ujar Ninoy bergetar.

"Apa yang terjadi?", tanya saya.

"Saya mau dihabisi. Saya mendengar rencana mereka mau membunuh saya. Pake kampak membelah kepala saya. Lalu membuang mayat saya", ucap Ninoy. Saya merinding.

"Lalu apa yang terjadi?"

"Saya memohon-mohon. Mengiba. Meminta belas kasihan mereka. Beberapa kali saya memohon2", ujar Ninoy sambil memperagakan kedua tangannya memohon ampun.

Di dalam mesjid itu, Ninoy diinterogasi. KTPnya diperiksa. Mereka tidak percaya Ninoy beragama Islam. Ninoy dicecar pertanyaan. Berulang2.

Ada puluhan orang dengan sorot mata tajam. Mereka anggota ormas yang terkenal sering melakukan kekerasan.

Laptop Ninoy dibuka. Isinya diperiksa.
Dan kemarahanpun semakin menjadi-jadi. Massa semakin jengkel. Tulisan Ninoy banyak menyerang tokoh2 yang dekat dengan mereka.

"Saya sudah berpikir bakal mati Bang. Sudah gak bisa ngapa-ngapain. Pukulan dan tamparan terus menghajar saya. Suara habisi nyawa saya berseliweran terdengar dari mereka".

"Saya seperti berada dalam tawanan ISIS bang. Menunggu ajal saja", ujar Ninoy lirih.

"Kamu mengaku saja. Siapa jaringanmu. Kamu jangan bohong. Maunya aku kamu diselesaikan saja. Untung masih ada yang kasihan sama kamu", ancam seorang pria yang suaranya berlogat dari Indonesia Timur.

Ninoy tak bisa berkelit. Dari mulutnya mengalir pengakuan Ninoy bekerja di Jokowi App. Bergaji Rp 3.2 juta. Bekerja sendirian. Tidak berafiliasi dengan jaringan lainnya.

Tapi mereka tidak percaya. Ninoy terus didesak. Nama jaringan Abu Janda disebut-sebut pria yang menginterogasi Ninoy.

Malam beranjak subuh. Ninoy masih disekap dan terus diinterogasi. Berulang2 dengan pertanyaan yang sama. Data laptopnya diambil.

"Kamu coba sholat subuh", paksa seorang pria.

Rupanya mereka masih belum percaya Ninoy seorang muslim. Sebelumnya Ninoy diuji mengucapkan dua kalimat syahadat. Disumpah pake kitab suci. Lolos. Tapi mereka belum yakin. Hingga Ninoy diminta sholat. Berhasil.

Sudah hampir 12 jam Ninoy disekap. Sinar matahari sudah menyeruak masuk ke dinding jendela mesjid.

"Kita pulangkan saja dia", ujar seorang massa.

Pagi sekitar pukul 07.00 WIB, mobil go box dipesan mereka. Sepeda motor Ninoy tidak bisa dihidupkan. Kuncinya hilang. Hilang saat dikerubuti massa pas malam kejadian.

Motor Ninoy dinaikkan ke atas mobil pick up. Ninoy memakai baju lengan panjang coklat daleman kaos oblong hitam. Wajah dan kepalanya dililit sorban. Menutupi lebam luka matanya.

Ninoy selamat. Sebelum dipulangkan Ninoy dipaksa membuat surat pernyataan. Isinya permintaan maaf. Hanya kesalahfahaman.

"Saya tak punya pilihan lain bang. Yang penting saya selamat saja", ujar Ninoy sambil menyeruput es kopi lemon.

Usai minum, kami memutuskan pergi dari Senayan. Singgah ke suatu tempat untuk mengambil laptop. Laptop yang akan menjadi barang bukti untuk diserahkan ke polisi.

Ninoy kembali memasang masker. Menutupi mulut dan hidungnya. Dengan kacamata. Dengan topi. Ada rasa ketakutan. Harus waspada.

Kami meluncur kencang. Berbalik arah. Menuju tempat rahasia. Yang hanya dia yang tahu.

Ninoy seperti Jason Bourne dalam film serial Bourne. Film yang dibintangi Matt Damon. Seorang prajurit spesial yang sedang diburu musuh. Diburu karena mempunyai informasi rahasia. Saya seperti dalam film itu. Menegangkan.

Ninoy berada dalam situasi yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Berada dalam situasi hidup dan mati. Istrinya sudah dimintanya mengungsi sementara. Pun juga anak2nya.

Malam semakin larut. Kami membelah jalan tol Slipi menuju Jakarta Kota. Perut kami sudah keroncongan. Kami mencari warung Padang. Makanan selera nusantara.

"Saya tidak takut bang. Saya akan lawan mereka", ujar Ninoy di kedai itu.

Sebelumnya, beberapa jam usai dibebaskan, saya menelepon Ninoy. Mencari tahu keberadaannya. Memberi dukungan moril. Mengharapkannya tidak takut. Memintanya melaporkan ke polisi.

"Apa yang terjadi sama elo bisa saja terjadi sama gue juga suatu saat. Sama teman2 yang lain juga. Sama siapapun yang melawan agenda khilafah mereka", ujar saya.

Ninoy mengangguk. Ia mengutak atik hapenya. Mencari nomor istrinya. Meneleponnya.

"Segera pergi dari sana. Ikuti saja perintah saya. Jangan lupa beri makan kucing sebelum pergi. Nanti saya hubungi lagi. I love you", ucap Ninoy tegas.

Ninoy khawatir keselamatan istrinya. Juga nasib kucing-kucingnya. Sebentar-sebentar ia menelepon istrinya. Memastikan semua aman.

Apa yang terjadi pada Ninoy adalah bagian dari skenario untuk meneror kita. Kita yang selama ini berdiri menghadang agenda mereka. Agenda yang berlawanan dengan para founding fathers republik.

Pesan kelompok pengusung khilafah ini ingin menakut-nakuti pendukung Jokowi yang selama ini berdiri teguh melawan rencana mereka.

Salah satu yang mengancam mau menghabisi Ninoy ditengarai polisi seorang mantan kerusuhan Poso. Ia punya ciri luka di jarinya.

Ancaman dan teror kelompok pengasong khilafah ini tentu tidak main-main. Terbukti Ninoy mau dihabisi nyawanya. Mau dibelah kepalanya. Sudah dirancang eksekusinya.

Syukurnya Ninoy muslim. Bisa mengucap dua kalimat syahadat. Bisa sholat. Bagaimana jika Ninoy non muslim? Apa yang bakal terjadi?

Kekerasan berbuntut teror untuk menyumpal mulut kita harus kita lawan. Mereka tidak akan berhenti berusaha membungkam mulut kita. Penyiksaan dan penyekapan menjadi alat mereka untuk menakit-nakuti kita.

Pilihannya ada dua. Kita takut. Atau kita melawan.

Jika kita takut maka negara ini akan luluh lantak. Tragedi kemanusiaan bakal terjadi seperti di Timur Tengah sana.

Seperti di Libya, Suriah dan Iraq. Ketika orang2 sipil biasa seperti kita akhirnya harus hidup dalam ketakutan dan penderitaan.

Hari ini Ninoy yang mengalaminya. Esok bisa saja saya. Kamu. Atau keluargamu.

Itu bisa terjadi jika kita takut dan memberi mereka panggung untuk menakut-nakuti kita.

Negara kita adalah hukum. Hukum menjadi konsensus nasional dalam menyelesaikan persoalan berbangsa dan bernegara. Hukum menjadi alat untuk menyelesaikan perbedaan2 yang terjadi.

Bukan dengan ancaman. Bukan dengan pukulan. Bukan dengan penyekapan. Bukan dengan penculikan. Bukan dengan pisau. Pedang atau peluru.

Membiarkan tindakan keji mereka tanpa perlawanan sama saja membiarkan pedang menempel di leher kita.

Maka tidak ada jalan lain selain melawan mereka. Kita semua anak bangsa harus bersatu bahu membahu. Kita harus bergandengan tangan melawan mereka.

Melawan siapapun yang menghalalkan kekerasan sebagai jalan teror merampas kebebasan kita. Merampas hak-hak keadilan dan kemanusiaan kita.

Ninoy tidak surut. Ia akan terus berjuang. Sekalipun trauma itu akan membuatnya bermimpi buruk.

Tetapi mimpi buruk pernah disiksa itu akan menjadi mimpi indah. Menjadi mimpi indah andai perjuangan Ninoy membela Jokowi dan negeri ini terus kita perjuangkan bersama. Tanpa takut. Tanpa gentar. Tanpa surut. Utuh penuh.

Pukul 23.30 WIB, saya mengantar Ninoy ke arah Selatan. Mengambil kendaraannya. Mengawalnya hingga semuanya aman.

Kami berpisah. Ninoy ke kiri, saya ke kanan. Lambaian tangan perpisahannya memberi keyakinan pada saya bahwa Ninoy akan baik-baik saja. Ia pejuang yang kuat.

Tetap kuat dan semangat kawan. Saya dan teman2 seperjuangan akan terus bersama perjuanganmu.

Salam perjuangan penuh cinta

Birgaldo Sinaga

Sumber: https://www.facebook.com/1820404924838978/posts/2352379071641558/


Add comment


Security code
Refresh