Banyak pemuka agama Kristen abad-abad awal memilih tetap hidup di Timur Tengah. Tradisi monastik dan asketisme (pengingkaran kesenangan fisik untuk mendekat kepada Tuhan) dalam Kristen, justeru berkembang pertama kali di Timur Tengah. Setidaknya mereka memiliki kesamaan pandangan dengan kelompok Sufisme dalam Islam, yang mulai berkembang pesat pada awal abad ke-9.
Umat Kristen keturunan Arab di Timur Tengah saat ini terbagi dalam dominasi Koptik, Maronit, Ortodoks Rusia, Ortodoks Yunani, Katolik Roma, Ortodoks Armenia, Katolik Armenia, Assyria, dan Protestan. Mereka memiliki bahasa liturgis, ritual, adat istiadat dan pemimpin yang berbeda sesuai dengan arah keimanan mereka.
Gereja Koptik, bentuk kekristenan yang dominan di Mesir, muncul dari perpecahan doktrinal Gereja pada Konsili Khalsedon pada tahun 451. Pemerintah Mesir mendukung hak-hak orang Koptik untuk menyembah dan memelihara budaya mereka.
Sedangkan Gereja Maronit dimulai pada abad ke-5 oleh pengikut seorang imam Kristiani di Suriah bernama Maroun. Patriarkal Maronit yang berbasis di Libanon, membimbing para pengikutnya dalam ajaran Maroun dan para pendeta suci lainnya. Maronit masih merupakan salah satu komunitas Kristen dengan pengaruh politik paling kuat di salah satu negara Arab saat ini, yakni Lebanon.
Pada awal abad ke-20 jumlah umat Kristen sebanyak 20% dari total populasi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tapi belakangan proporsinya turun menjadi kurang dari 5%. Penurunan ini terjadi karena adanya diskriminasi rutin dalam pendidikan, politik, profesi, kehidupan sosial, hingga genosidal secara tidak langsung yang menyebabkan eksodus signifikan dari wilayah ini.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa aksi kekerasan terhadap umat Kristen yang dilakukan oleh kalangan fundamentalis radikal di Mesir dan Suriah. Konflik Arab-Israel juga menyebabkan mayoritas orang Kristen Palestina meninggalkan tanah air mereka. Populasi umat Kristen di Palestina saat ini telah menurun dari 15% menjadi 2%.
Pada abad ke-7, Nabi Muhammad sebagai pemimpin di Madinah sangat menghargai perbedaan keyakinan. Nabi menyebut "Ahli Kitab" bagi umat Kristen dan Yahudi. Mereka diperlakukan sebagai minoritas di bawah perlindungan Islam (Dhimmi). Sebagai agama yang telah lebih dulu ada, intimasi sosial antara umat Yahudi, Kristen dan Islam telah terjalin secara kultural selama berabad-abad. Bahkan disebut, Nabi Muhammad menikahi seorang Kristen, Maria al-Qibthiyah, dan seorang Yahudi, Shofia binti Huyay.
Sumber: twitter.com/islah_bahrawi/status