Top Stories
-
Mahkamah Agung Anulir Putusan Vonis Lepas 3 Terdakwa Korporasi Kasus Korupsi
-
Sindikat Pembobol Bank Rp 204 Miliar Mengaku Satgas Perampasan
-
Manfaat Minum Air Putih Hangat dan Waktu yang Tepat agar Langsing
-
Makan Bergizi Gratis atau Makan Beracun Ganas?
-
Peneliti Korea Temukan Teknologi Baterai Mobil Yang Dapat Mengisi 12 Menit Dengan Jarak Tempuh 800 KM
-
Ini Alasan Dilarang Pakai Sandal Hotel Saat Sarapan Menurut Chef
Search
- Details
- Category: News of the Day
- ZA Sitindaon By
- Hits: 754
Mahasiswi dan Dosen STT Ekumene Saling Lapor ke Polda Metro
SitindaonNews.Com | Seorang mahasiswi pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Adhitya RH Simanjuntak dan dosen perguruan tinggi tersebut, Yohanes Parapat, saling lapor ke Polda Metro Jaya.
Pengacara Adhitya, Farida Felix di Jakarta, Senin, mengatakan, kliennya melaporkan Yohanes Parapat karena tak terima disomasi dan dituduh memalsukan surat terkait kelulusan sarjana strata dua (S2).
Polda Metro Jaya menerima laporan Adhitya terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah berdasarkan Nomor Laporan: LP/B/1156/III/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 7 Maret 2022.
Sebelumnya, Yohanes Parapat melaporkan lima mahasiswa terkait dugaan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya pada 15 Desember 2021.
Berdasarkan laporan Yohanes, kelima mahasiswa itu telah menjalani wisuda program pascasarjana secara virtual, padahal mereka belum mendapatkan nilai dari mata kuliah yang diajarkan Yohanes.
Hal itu dibantah Farida yang menegaskan, kliennya telah menjalani wisuda secara resmi dan melewati seluruh syarat yang ditetapkan oleh STT Ekumene.
Adithya diwisuda oleh Ketua STT Ekumene Dr Eratus Sabdono pada 17 November 2021.
“Seharusnya jika ada masalah kelulusan, Yohanes melaporkan pihak kampus STT Ekumene, bukan mahasiswa,” ujar Farida.
Selain itu, Farida menyebutkan, langkah Yohanes melaporkan mahasiswa ke Polda Metro Jaya telah melampaui kewenangan rektorat STT Ekumene dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun berdasarkan keterangan Kepala Program Studi (Prodi) STT Ekumene, Andri Pasaribu yang mengacu pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020, Farida mengungkapkan, seorang mahasiswa pascasarjana dinyatakan lulus apabila telah mencapai minimal 36 Satuan Kredit Semester (SKS), IPK 3.0 dan telah menyelesaikan tesis.
“Semua itu sudah dilakukan klien saya, bahkan klien saya sudah mencapai 50 SKS, jauh di atas syarat minimal. IPK Ibu Adhitya, klien saya itu 3,63, lebih tinggi dari syarat minimal IPK,” ujar Farida.
Farida mengungkapkan, mata kuliah Kepemimpinan Kristen yang dipermasalahkan Yohanes Parapat juga bukan mata kuliah wajib karena jumlahnya dua SKS.
“Kalaupun mata kuliah Kepemimpinan Kristen tidak dimasukkan juga tidak masalah karena bukan mata kuliah wajib,” kata Farida. (ANTARA)