Kemaren sore, saat ngopi di salah satu mall ibukota, bertemu seorang wanita muda cantik, orangnya ramah dan mudah brrgaul, tidak segan² dia bercerita tentang kehidupannya serta perjalanan hidupnya hingga sampai ke ibukota.
Setiap orang pasti pernah bermimpi. Tapi tidak setiap orang dapat mewujudkannya. Setiap orang pernah berusaha, tapi tidak setiap orang juga bisa menghargainya.
Itulah yang Celina alami. Wanita cantik berusia 20 tahun yang harus bekerja banting tulang untuk menyekolahkan adiknya, serta membiayai ibunya di kampung. Ia pernah bermimpi untuk kuliah, tapi sepertinya harapan itu harus pupus karena perihal biaya.
Ada beberapa alasan kenapa Celina memilih bekerja di Jakarta, di bandingkan di kampungnya sendiri. Pertama gajinya lebih besar. Kedua untuk menghindari bacotan menyakitkan dari para keluarganya, termasuk ibunya.
Seperti yang di katakan di awal, setiap orang sudah berusaha, tapi tidak semua orang bisa menghargainya.
Ibunya selalu membandingkannya dengan si ini dan itu. Ibunya selalu menuntut ini dan itu, dan ibunya selalu merendahkan dirinya karena tidak sukses dan blablabla. Sejak ayahnya meninggal, ibunya selalu merasa bahwa Celina lah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas semuanya. Dan itu membuat Celina muak.
Maka dari itulah Celina lebih memilih menjauh. Ia tidak mau membenci ibunya sendiri karena kata-katanya yang begitu menyakitkan.
***
Habis gajian, kini Celina memilih me-time di sebuah mall besar di daerah jakarta barat untuk sekedar menonton dan memakan ice cream. Gajinya sebagai marketing cukup tinggi, sehingga ia bisa menyisikan sedikit uang untuk dirinya bersenang-senang.
Ketika ia berada di sebuah kedai ice cream, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang anak kecil yang tengah menangis. Feeling Celin, pria kecil itu kehilangan jejak orang tuanya.
Celina pun menghampirinya. Celina suka anak-anak, jadi ia tidak tega jika harus membiarkannya menangis seperti itu. Terlebih ia tahu betul, bagaimana rasanya ketika tidak di perhatikan orangtuanya.
"Kenapa menangis sayang? Orangtuamu mana?" Tanya Celine sambil mengusap air mata anak tersebut. Menurut Celina anak tersebut sangat tampan! Dan Celina yakin, ayahnya mungkin akan jauh lebih tampan darinya. Pikirannya berkelana.
"Papa hilang..." Isaknya dengan nafas tersengal.
"Kita cari papa ya? Kakak bantu yuk!" Ucap Celina meyakinkan, dan anak itu hanya mengangguk percaya.
Celina menggendongnya menuju pusat information, supaya mall tersebut bisa memberikan pengumuman anak hilang disana. Semoga saja dengan begitu, ayah anak ini segera menjempunya.
"Sudah diumumkan sayang, sebentar lagi papa kamu disini."
"Aku lapar." Ucap Darren memelas serta mata puppy nya, yang membuat Celina semakin jatuh cinta pada pangeran kecil yang sangat tampan itu.
"Baik sayang, kita cari makan ya? Sambil menunggu papamu."
Celina memberi tahu pusat informasi, bahwa dirinya dan Darren pergi sebentar untuk makan. Ia lalu menggendong Darren menuju sebuah restaurant cepat saji Jepang di tempat tersebut.
Setelah ia memesankan makanan, Celina langsung menyuapinya. Anak itu terlihat sangat menikmati suapan dari Celina. Karena semenjak ibu dan ayahnya bercerai, ia tidak pernah mendapat perhatian itu.
"Kak Celine, aku senang sekali di suapi olehmu." "O ya?"
"Iya."
Celine tersenyum menatap wajah sendunya. Celine tebak, anak ini pasti tidak pernah mendapat perhatian orang tuanya. Seperti dirinya yang selalu di kucilkan dan di banding-bandingkan.
Mereka bercanda dan tertawa untuk beberapa saat. Bercengkrama dengan akrab, lalu saling menyuapi satu sama lain. Bahkan meski baru mengenal, keduanya sudah terlihat sangat akrab.
Hingga, suara bariton menyapa mereka dengan begitu dingin. Sangat membekukan hati untuk beberapa saat.
"Kau apakan anakku?!"
Celina menatap santai ke arah pria bermata coklat nan indah itu. Sekejap ia merasa terpana akan ketampanannya, yang mungkin akan menyaingi dewa pada abad 100 an. Tapi sayang, sikap dinginnya membuat Celina ilfeel.
"Kau tidak lihat kalau dia sedang makan? Apa hal itu tidak terlihat jelas oleh matamu ?" Sarkas Celina.
Pria itu tertawa sinis, "kau sama sekali tidak memiliki etika sama yang lebih tua?" "Kau yang lebih tua juga tidak memiliki etika. Harusnya kau
bertrimakasih padaku!"
Pria berumur 35 tahun itu mengeram, lalu menarik anaknya dari sana. Ia juga meninggalkan segebok uang untuk Celina di atas meja, lalu pergi dengan cepat tanpa kata terimakasih.
"Kurang mengerti sopan santun!" Teriak Celina berapi-api sambil meminum soda dari gelasnya. Ia pun mulai menghitung uang yang di berikan pria tersebut.
"Lima juta...???" Pekik Celina dengan mulut menganganya.
Celina berjingkrak kesenangan. Ia mencium uang itu bekali-kali... lalu membawanya untuk berbelanja baju, serta menabungnya sebagian.
"Kebaikan hatimu membawa berkah Celina sayang!" Puji Celina untuk dirinya sendiri.
"Lain kali aku akan menolong 100 anak dalam sehari. Lumayan kan, lima juta di kali seratus? Aku akan kaya! Aku mungkin bisa membeli mulut keluargaku yang selalu saja meremehkanku!"
Celina tersenyum-senyum menatap berbagai penghargaan yang ia raih di setiap event marketing kantornya. Ia juga di nobatkan sebagai marketing terbaik, dengan penjualan paling tinggi tahun ini.
Karena hal itu, hari ini ia mendapat panggilan khusus dari sang CEO langsung, yang akan berterima kasih atas kerja kerasnya selama 3 tahun bekerja. Bahkan CEO perusahaan tidak sembarang bisa di temui kecuali jajaran direktur. Dan Celina adalah karyawan biasa yang beruntung bisa mendapat kesempatan itu.
"Ahhhh Cel, selamat yaaaa!!! Nanti kamu ceritain ke aku gimana mukanya ya?
Ganteng apa enggaknya!" Teriak Kania dengan suara cemprengnya.
Kania adalah teman baik Celina selama ia bekerja di sana. Kania juga yang selalu menemaninya beradu mulut dengan orang-orang sirik di sekitarnya. Termasuk Tasya.
"Alah! Palingan untuk pencapain itu, kamu tidur sama atasan. Iya kan?
Sungguh tak pantas! Jangan harap kamu bisa godain CEO juga!"
Celina tersenyum miring mendengar perkataan Tasya. Memang karena dirinya cantik, banyak sekali atasan dari berbagai divisi yang mencoba mendekatinya. Tetapi Celina tidak pernah menanggapinya. Dan Tasya adalah salah satu orang yang iri akan hal itu.
"Terserah aku dong! Mau tidur kek sama atasan, jadi lonte kek, deketin CEO kek, emang ngaruh buat hidup kamu? Please deh, jangan kepo! Yuk kal, aku traktir makan!" Kalina pun memasang wajah sinis, lalu menggandeng Celina pergi seakan ikut meledek Tasya.
Sedangkan Tasya yang kesal langsung menarik rambut Celina untuk di jambaknya. Tak mau kalah, Celina ikut menjambak wanita itu.
"Operasi plastik saja biar kau terlihat lebih cantik. Jangan irian!" Teriak Celina geram.
Tasya yang kesal langsung menamparnya.
Keduanya saling jambak dan tampar menampar. Kalina dan karyawan lain sampai kwalahan melerai keduanya. Hingga pada akhirnya, 4 satpam berhasil membuat mereka pisah.
Jangan tanya siapa yang menang dalam pertengkaran itu, tentu saja Celina orangnya. Karena Tasya sampai harus di bawa ke klinik karena patah tulang.
Tapi karena hal itu juga, Celina langsung di panggil CEO keruangannya. Dan kabarnya ia akan di kenai SP1. Padahal bukan dia yang memulai.
****
Dengan rambut berantakan, kemeja yang tidak beraturan, serta lebam-lebam di wajahnya, Celina memasuki ruang CEO dengan raut takutnya. Ia terus menunduk tanpa berani menatap sang boss.
"Saya tahu anak seumuran kamu masih sensitif banget. Tapi ini kantor! Awalnya saya sangat bangga sekali sama kamu. Tapi sekarang saya kecewa karena hal ini." Suara bariton itu terdengar sangat horor di telinga Celina saat ini.
"Tapi bukan saya yang mulai." Cicit Celina masih dengan menundukkan kepala.
"Tatap saya, saya boss kamu." Ujar suara bariton itu lagi dengan tegas.
Saat Celina mendongak, mulutnya langsung menganga lebar melihat siapa orang yang berada di hadapannya.
"Ba-bapak..." Cicit Celina semakin ciut.
Dia adalah Raven, ayah dari anak yang ia tolong kemarin. Dia juga orang yang Celina teriaki tidak punya ahlak. Dan Celina menyesal telah mengatakannya.
"Sekarang siapa yang tidak punya ahlak?" "Tapi bukan saya yang mulai!"
Baru saja Raven ingin mengucapkan kata-kata intimidasinya, tiba-tiba Darren bangun dan keluar dari kamar khusus yang Raven sediakan. Anak itu mengucek mata sambil memandang Celina, dan langsung berlari memeluknya karena rindu.
"Kak Celine...." Teriak Darren bersemangat. Celine pun tersenyum penuh kemenangan. Celine yakin, kebaikan hatinya kemarin, akan membawa keberuntungan lagi hari ini.
"Darren ganteng! Lho kenapa matanya bengkak?" Tanya Celina akrab.
"Aku ingin bertemu kakak lagi. Terus, kenapa wajah kakak terluka?" Ucap Darren dengan wajah sedihnya. Raven menatap mereka dengan kesal. Jika bukan karena anaknya, maka sudah di pastikan ia akan memecat perempuan tidak sopan itu sekarang juga.
"Darren, kamu ke kamar sebentar, Dad mau bicara dengan Kak Celine." "Tapi aku mau kak Celine pulang denganku."
"Dad tau sayang, tapi kamu masuk dulu."
Setelah Darren pergi, Raven langsung menghampiri Celina. Ia berjalan mendekat, sambil membawa obat luka yang entah sejak kapan ia ambil.
Celine gelagapan, jantungnya seolah ingin melompat keluar saat pria tampan itu tepat di hadapanya. Bahkan keduanya hanya berjarak beberapa centi saja.
Raven meraih wajah cantiknya, lalu mulai mengoleskan obat tersebut ke pipi Celina yang terdapat banyak luka lebam.
"Aku tahu kamu butuh uang buat keluarga kamu. Aku tidak akan memecatmu karena hal ini, tapi kamu akan berpindah tugas mulai sekarang."
"B-berpindah tugas?" Ucap Celina tergagap-gagap. "Jadilah pengasuh Darren, dan pindah ke apartementku." "Tidak mau! Kamu suruh aku jadi pembantu?"
"20 juta perbulan. Kau tidur gratis, makan gratis, semunya gratis. Kau hanya perlu menjaga anakku."
Celina membungkam mulutnya. Bahkan gajinya sebagai marketing saja hanya 4 juta selama ini. Dan itu harus di potong untuk kontrakan, makan, serta sekolah adiknya di kampung. Jika ia mendapat 20 juta, maka ia bisa hidup tenang tanpa harus khawatir setiap bulannya.
"Oke. Tapi kamu jangan macam-macam ya?! Awas!"
"Hei... Kau tidak sebanding denganku. Anak-anak sepertimu tau apa?" Kekeh Raven sambil tertawa geli, dan Celina hanya mengerucutkan bibirnya kesal.
Sekarang gendong Darren, kita pulang. Aku akan menitahkan anak buahku untuk mengambil semua barang-barangmu. Dan yaaa, tanda tangani kontrak ini.
Raven menyodorkan sebuah berkas, dan Celina langsung tanda tangan tanpa basa-basi atau membacanya lebih dulu. Uang adalah segalanya untuk Celina saat ini. Lagipula, ia hanya akan menjadi pengasuh kan?
"Kamu tidak mau membacanya dulu?" "Nggak usah!"
"Okey! Sekarang bawa Darren, dan gendong dia. Kita pulang."
Raven tersenyum smirk melihat Celina menurut. Wanita itu langsung menghampiri Darren ke kamarnya, serta menggendongnya persis seperti apa yang ia katakan. Dan Raven suka gadis penurut.
"Wanita yang kurang pengertian dan suka teledor! Dasar anak kecil." Batin Raven sambil tersenyum sinis.
Sumber: https://fb.watch/aXkTUWK1Ff/