Ilustrasi bangunan tempo dulu dan bangunan modern
Mereka Yang Mengubur Sejarah Leluhurnya.
SitindaonNews.Com | Suku Batak di Sumatera Utara pada umumnya sangat menghargai dan menghormati leluhurnya.
Bentuk penghargaan dan penghormatan itu biasanya dengan membangun monumen atau makam berupa tugu tempat jenazah atau tulang belulang dari para leluhurnya.
Masing-masing marga Batak sudah sejak puluhan tahun lalu membangun dan meresmikan tugu tersebut dengan acara pesta besar yang dihadiri oleh seluruh keturunanannya yang datang dari berbagai daerah termasuk dari luar negeri.
Bentuk bangunan tugu tersebut pada umumnya adalah bentuk bangunan kuno dengan material alami sebagai ciri khas bangunan suku Batak seperti situs purbakala yang akan menjadi menjadi cagar budaya di daerah tersebut.
Baca juga : CATATAN YANG TERKUBUR
Sesuai perkembangan jaman, melihat bangunan tugu tersebut sudah tidak terawat dan sudah ketinggalan jaman dengan bangunan modern dengan material modern, para keturunan marga marga tersebut merasa perlu merehab atau merenovasi tugu para leluhurnya tersebut agar mengikuti bangunan dengan bentuk dan material modern.
Tetapi sesungguhnya renovasi tersebut telah menghancurkannya karena hasil akhirnya telah menghilangkan atau menghapus makna dan nilai² seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antropologi dari tugu tersebut sebagai situs purbakala sebagai salah satu cagar budaya di daerah yang ada di Sumatera Utara.
Keaslian dari wajah tugu itu sudah berubah total layaknya seperti hasil operasi plastik wajah seseorang. Tugu itu berubah menjadi sebuah bangunan modern yang dibangun pada era milenial masa kini dengan material keramik atau granit.
Permukaan dinding tugu yang semula penuh dengan relief dan ornamen batu alam sebagai simbol hubungan manusia dengan alam yang melambangkan persatuan hubungan kekerabatan keturunannya dalam sebuah bentuk bangunan tempo doeloe yang sarat dengan makna dan nilai² seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antrolologi sirna begitu saja secara sengaja atau tidak sengaja karena relief² tersebut telah tertutup atau diganti dengan kepingan kotak² keramik atau granit yang telah menjadi simbol peng-kotak²an keturunannya
Sangat mengecewakan karena renovasi yang di-bangga²kan itu sesungguhnya secara sadar atau tidak sadar telah menghapus 1 dekade atau mengubur jejak sejarah dari tugu itu sendiri.
Saya yakin para penggagas awal tugu tersebut pasti kecewa, sedih dan menangis, mereka tidak bisa berbuat apa² lagi karena generasi muda sebagai generasi penerusnya sudah merasa mempunyai pola pikir luar biasa dan hebat, lebih mengerti, lebih pintar dan merasa lebih mampu dan lebih hebat dalam segala hal.
Candi Borobudur juga mengalami renovasi dan pemugaran, tetapi tidak merubah wajah dan permukaannya, material pengganti diusahakan bentuk, ukuran dan warna yang sama dengan aslinya, sehingga candi tsb tetap terlihat dengan wajah dan bentuk aslinya. Nilai seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antropologi tetap dipertahankan.
Renovasi yang dibangga-banggakan tadi dengan biaya dan pesta yang besar yang katanya sebagai upaya membuat tugu tersebut sebagai sebagai cagar budaya di daerah itu justru sesungguhnya generasi marga tersebut secara sadar atau tidak sadar mereka telah mengubur jejak sejarah dari para leluhurnya sendiri, karena bangunan dan material tugu hasil renovasi tersebut tidak menggambarkan nilai-nilai sebagai sebuah cagar budaya.
Sebuah bangunan masa lalu dapat dikatakan sebagai cagar budaya jika bentuk dan material bangunan tersebut dapat menggambarkan keadaan masa lalu...
*Tim redaksi Stindaon News.