Mobil Esemka buatan Solo baru saja diresmikan dan langsung dicerca sebagian masyarakat sebagai mobil desain jiplakan, mobil rakitan “asli Cina”, atau mobil ganti merek. Benarkah demikian?
Sejak lama Indonesia ingin sekali memiliki mobil buatan sendiri. Bukan kali ini saja melainkan sejak zaman Presiden Suharto. Di era ORBA tahun 90an lah masa bermunculannya berbagai jenis mobil yang digadang-gadang agar menjadi mobil buatan anak negeri. Beberapa BUMN pun ikut ambil bagian, misalnya mobil buatan Pindad, hingga IPTN. Lalu swasta pun ikut mencoba-coba ingin menjadi mobil nasional ini, mulai dari Kalla Automotive hingga Bakrie MPV. Namun hanya satu merek yang bertahan yaitu Mobil Timor milik Tommy Suharto. Mobil ini yang pertama mendapat sebutan “mobil nasional” karena saat itu mendapatkan dukungan dari pemerintah dengan membebaskan pajak masuk mobil karena fisik asli mobil ini adalah buatan Hyundai Korea Selatan. Masuk Indonesia hanya tinggal ganti merek dan emblem menjadi merek Timor. Tak lama muncul mobil nasional lainnya bermerek Bimantara – sesuai nama perusahaan yang membuatnya, yang juga mengambil basis dari mobil Korsel yaitu KIA. Lantas koq keduanya mengambil basis desain dari mobil Korea Selatan yang sudah ada? mengapa tidak membuat mobil yang asli yang seluruhnya buatan sendiri? Apakah ini sesuai dengan misi “mobil nasional” atau sebutan mobil buatan negeri sendiri?
Membangun sebuah industri otomotif itu bukan hal yang sederhana, terlebih dibangun di tengah peredaran merek mobil yang sudah begitu banyak. Butuh dukungan dan komitmen serius dari pemerintah pastinya, walaupun pabrik mobil tersebut milik swasta . Beberapa negara sudah membangun industri mobil nasionalnya sendiri dengan merek sendiri yang dibangun sepenuhnya oleh pemerintahnya dan mereka bangga menyebutnya sebagai mobil nasional. Sebut saja merek mobil nasional yang terkenal adalah Proton Malaysia dan Ambassador India. Kedua pabrikan tersebut dibangun demi kebanggaan bangsa dalam memiliki merek mobil buatan sendiri. Akan tetapi apakah kedua mobil tadi dibuat dan didesain seutuhnya oleh anak bangsa Malaysia dan India? Tentu tidak, Proton Malaysia mengambil basis mobil desain dari Lotus sementara Ambassador India dari mobil Morris, keduanya adalah mobil jadi buatan Inggris.
Mengambil atau mengadaptasi desain dan basis mobil “jadi” ini adalah hal biasa yang lumrah dilakukan dalam industri otomotif, mengapa? Tidak lain demi percepatan fase pembuatannya. Fase medesain mobil baru itu butuh proses dan percobaan yang panjang. Sertifikasi sana-sini hingga uji kelayakan dan keselamatan. Proses ini memiliki biaya yang tidak murah, maka untuk mempercepatnya para pabrikan mobil melakukan kerjasama dengan merek mobil yang sudah establish (ada). Tinggal nanti dilakukan peralihan teknologi dan produksinya, yang diawal sekian persen buatan negara aslinya lama-lama semua produksi komponen akan dilakukan sepenuhnya di dalam negeri. Hal ini dilakukan tentu sebagai alasan ekonomis, bukan prestise dalam memiliki brand atau merek mobilnya. Karena membangun sebuah brand mobil sendiri itu jelas sebuah tantangan yang luar biasa besar dan butuh biaya yang super besar sekali. Idealnya memang dilakukan oleh pemerintah tapi ini pun harus berhitung dalam konteks persaingannya karena keberadaan mobil buatan sendiri ini akan dipaksa bersaing dengan keberadaan mobil impor yang peredaran mobil dan suku cadangnya sudah meluas menguasai negeri. Sebut saja mobil Toyota Kijang, Toyota Avanza, atau Daihatsu Xenia. Semua mobil tersebut sudah sepenuhnya dibuat di Indonesia akan tetapi secara nama merek tetap menjadi buatan Jepang.
Kehadiran Mobil Esemka tentu harus direspon dengan optimis karena industri mobil ini kelak akan menjadi pabrikan dan merek mobil milik Indonesia sepenuhnya. Walau awalnya hanya bisa dirakit di Indonesia namun visi ke depannya semua komponen mobil ini akan dibuat di dalam negeri. Misinya tidak lain dan tidak bukan adalah menjadi pembuka lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja otomotif dalam negeri, mulai dari tenaga ahli perakit, teknisi, fabrikasi, atau bahkan kelak punya ahli desain sendiri yang akan mendesain mobil Esemka dari nol, bisa saja bukan? Proton Malaysia sudah membuktikan itu dan bisa, walaupun didukung sepenuhnya oleh pemerintah Malaysia. Namun dukungan dari Presiden Jokowi tentu sudah merupakan langkah yang baik, positif, dan harus kita dukung juga. Karena seperti ungkapan beliau saat peresmian mobil Esemka ini, yaitu “kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Industri otomotif dunia tidak akan mereda, akan terus tumbuh dan berkembang. Setiap negara memiliki kebutuhan atas kendaraannya, mulai dari kendaraan pribadi, kendaraan usaha, hingga kendaraan kerja (utilities). Harapannya tentu Esemka bisa memenuhi segala kebutuhan tersebut, satu hal lagi yang terpenting adalah isu mobil listrik. Mana tahu dengan merek mobil sendiri ini tak lama lagi Esemka akan membangun pusat riset dan pengembangan untuk mobil listrik juga. Semoga saja..!
http://motulz.com/1672/membuka-isu-kemiripan-desain-mobil-esemka
Sumber: Kerja Jokowi on FB https://www.facebook.com/1931437563550619/posts/3064039810290383/