Penggalian makam Tunggar Nageduk Sitindaon Juni 1997 di Sibualbual, Pulau Samosir.
SEJARAH YANG DIKUBUR OLEH GENERASINYA SENDIRI
SitindaonNews.Com | Semangat renovasi tugu Tunggar Nageduk begitu meng-gebu² dalam jiwa dan semangat para generasi penerus Sitindaon.
Namun sangat disesalkan tidak mau menampung aspirasi dan pendapat dari pihak² yang dianggap berbeda pendapat sebagai sikap tidak mendukung bahkan dianggap sebagai provokator yang menghambat renovasi dan harus disingkirkan layaknya seekor anjing yang suka menggonggong kena disiram air panas langsung "kainggg,,,, kainnggg,,,,kainnnggg...."
Konsep dan ide harus jalan terus demi mengejar sebuah target dan ambisi, karena konsep dan ide sudah mendapat restu dari na-tua² huta yang dianggap sebagai sebuah kebenaran dan pengesahan atas semua program tsb.dan jadilah sebuah "proyek huta.".
Yang lebih menyedihkan lagi, yang mempunyai pendapat yg kritis diancam dengan kata² "jangan bangunkan singa tidur" yang lagi lapar.
Parahnya lagi yg berbeda pendapat dianggap sebagai " anjing menggonggong, kafilah berlalu", dianggap sebagai seekor anjing tua yang tidak lama lagi akan mati dan yang lain dipasak kepalanya lalu dipanggang atau disakksang untuk tambul, kata seorang penggemar yang bangga merasa macam Mario Teguh dengan kasus keluarga yang membelitnya.
Sifat dan karakter egoisme dan diktatorisme masih terus dipertahankan dan dipelihara, barisan dirapatkan, kelompok dibentuk, akhirnya wajah tugu Tunggar Nageduk dibedah sesuai keinginan tertentu yang merasa sudah mempunyai pola pikir luar biasa dan hebat dari yang lainnya dan hasil akhirnya di-puji² sebuah hasil karya yang baik, indah dan modern.
Tetapi sesungguhnya renovasi tersebut telah menghancurkannya karena hasil akhirnya telah menghilangkan atau menghapus makna dan nilai² seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antropologi dari tugu tersebut sebagai situs purbakala.
Keaslian dari wajah tugu itu sudah berubah total layaknya seperti hasil operasi plastik wajah seseorang. Tugu itu berubah menjadi sebuah bangunan modern yang dibangun pada era milenial masa kini dengan material keramik atau granit.
Permukaan dinding tugu yang semula penuh dengan relief dan ornamen batu alam sebagai simbol hubungan manusia dengan alam yang melambangkan persatuan hubungan kekerabatan keturunannya dalam sebuah bentuk bangunan tempo doeloe yang sarat dengan makna dan nilai² seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antrolologi sirna begitu saja secara sengaja atau tidak sengaja karena relief² tersebut telah tertutup atau diganti dengan kepingan kotak² keramik atau granit yang telah menjadi simbol peng-kotak²an keturunannya
Bentuk dan wajah asli Tugu Situnggar Nageduk Sitindaon
Sangat mengecewakan karena renovasi yang di-bangga²kan itu sesungguhnya secara sadar atau tidak sadar telah menghapus 1 dekade atau mengubur jejak sejarah dari tugu itu sendiri.
Rasa ego dan ingin mengubur atau menghapus jejak sejarah sangat jelas terlihat oleh mereka² yang ingin dikenal sebagai orang yang paling berpengaruh di marga ini dengan cara selain merubah tampilan tugu dengan menutup dinding permukaan tugu dengan matetial kekinian, mereka juga dengan sengaja ingin menghilangkan peran dari tokoh² penggagas berdirinya tugu tersebut dengan cara menuliskan nama² mereka yang merehab itu di pagar tugu tersebut seperti ingin menunjukkan bahwa mereka² yg ada namanya di pagar tugu itulah yang punya peran utama dengan keberadaan tugu tersebut.
Saya yakin para penggagas awal tugu tersebut pasti kecewa, sedih dan menangis, mereka tidak bisa berbuat apa² lagi karena generasi muda sebagai generasi penerusnya sudah merasa mempunyai pola pikir luar biasa dan hebat, lebih mengerti, lebih pintar dan merasa lebih mampu dan lebih hebat dalam segala hal.
Candi Borobudur juga mengalami renovasi dan pemugaran, tetapi tidak merubah wajah dan permukaannya, material pengganti diusahakan bentuk, ukuran dan warna yang sama dengan aslinya, sehingga candi tsb tetap terlihat dengan wajah dan bentuk aslinya. Nilai seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antropologi tetap dipertahankan.
Demikian juga halnya dengan Tano Ponggol,sebagai Tano Parhutaan Marga Sitindaon pemberian Naibaho Hutaparik yang digerogoti oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, dimana oknum ini berani berbuat karena ijin dan restu dari oknum tertentu dengan mendirikan bangunan permanen dan menerima dana ganti rugi tanah yang dipakai proyek pemerintah untuk kepentingan pribadi.
Sesuai kesepakatan semula, kasus Tano Ponggol merupakan prioritas untuk diselesaikan dan di tuntaskan terlebih dahulu, tetapi faktanya lebih 1 tahun tidak ada kemajuan progres penyelesaian masalah demi mengejar target renovasi dan partangiangan saja.
Dikhawatirkan kasus ini segaja dibuat ter-katung² karena nantinya sisa tanah ini juga akan hilang tanpa jejak dan bekas, sementara oknum² yang tidak bertanggung jawab akan mengharapkan menerima dana ganti rugi lagi dari pemda atas sisa tanah karena ada kemungkinan sisa tanah itu akan di jadikan sebagai Ruang Terbuka Hijau karena lokasinya persis tepat dipinggir atau dibawah fly over jembatan kanal Tano Ponggol yang dalam proses pembangunan.
Tugu Situnggar Nageduk Sitindaon di Sibualbual dan Tano Parhutaan Sitindaon pemberian Naibaho Hutaparik di Tano Ponggol akan tinggal menjadi kenangan dalam sebuah CATATAN SEJARAH YANG YANG DIKUBUR oleh generasinya sendiri.
Comments
RSS feed for comments to this post