fbpx

IMG 20220129 WA0001

BERBURU KEPALA MANUSIA

Mengenal Ngayau,Tradisi Berburu Kepala Manusia di Suku Dayak
Ngayau merupakan satu istilah yang di gunakan untuk merujuk kepada suatu tradisi memburu kepala manusia di kalangan kebanyakan masyarakat Dayak Sarawak,seperti Iban dan Kayan.

Melansir dari sebuah buku berjudul Ngayau sebagai Sebuah Novel Berwarna Tempatan : Satu Kajian Sosiologi Sastera yang ditulis oleh Asmiaty Amat,mulanya Ngayau merujuk kepada amalan yang berkaitan dengan upacara perkawinan,keagamaan,dan nilai kewiraan.

Amalan ini menjadi syarat bagi lelaki Iban sebagai bukti keberanian kepada keluarga calon mempelai istri.

Menurut Noria Tugang dalam bukunya berjudul Pua Identiti dan Budaya Masyarakat Iban (2014),tradisi Ngayau di lakukan oleh orang Iban pada zaman silam semata-mata untuk tujuan mempertahankan kaumnya dari musuh.

Tidak Sembarang musuh akan di bunuh,mereka hanya memilih musuh lelaki dewasa untuk di bunuh dan bawa balik ke rumah.

Rambut dari kepala yang di dapat saat Ngayau akan menjadi hiasan pada perisai dan pedang.

Sementara itu,kepala-kepala musuh akan di keringkan dan di gantung di rumah mereka.

Di beberapa rumah hingga kini ada yang menyimpan tengkorak kepala musuh yang di turunkan sejak zaman nenek moyangnya.

Membawa balik kepala musuh semasa Ngayau ini di anggap sebagai suatu anugerah berharga.
Selain itu,sebagai simbol kehormatan,keberanian,dan juga penolak bala.

Setelah tradisi itu berlangsung, biasanya seorang lelaki akan di sematkan gelar ‘Bujang Berani’ yang berarti raja berani atau pahlawan ulung.

Fenomena tradisi Ngayau juga di anggap sebagai satu peningkatan status sosial tertinggi pada masyarakat suku Dayak Iban.

Dengan begitu,saat ritual adat Gawai atau perayaan lainnya, mereka berhak menerima penghormatan tertinggi.

Meski tradisi Ngayau telah di anggap identik dengan suku Dayak,tetapi tradisi ini sudah tidak di lakukan kembali.

Dapat di katakan bahwa kini tradisi Ngayau merupakan salah satu tradisi suku Dayak yang sudah punah.

Di berhentikannya tradisi ini tercatat dalam kesepakatan bersama seluruh etnis Dayak Borneo Raya pada 22 Mei-24 Juli 1894.

Rahayu..

Sumber: https://www.facebook.com/803774136380640/posts/5084915654933112/
.
.
.
Adhie Khumaidi

Screenshot 20200801 072837

SitindaonNews.Com | Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, merupakan daerah yang kaya dengan budaya.

Dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Jumat, Jazilul Fawaid mengatakan hal itu setelah menyaksikan upacara sakral Suku Deu, upacara adat Tege Anadeo.

Dalam upacara adat itu, masyarakat memotong kerbau, sapi, dan beberapa ekor babi berukuran besar.

Kehadiran Gus Jazil disambut hangat oleh para tetua dan tokoh Suku Deu.

Budaya yang ada menyimbolkan kerukunan keluarga, upacara, dan ritual besar ini, menurut Jazilul Fawaid, seharusnya direkam dan dipublikasikan.

Selanjutnya, dipromosikan ke seluruh Indonesia sehingga acaranya tidak berlalu begitu saja.

Upacara atau ritual adat yang pertama kali dilihatnya itu, menurut Gus Jazil, menjadi khazanah budaya Indonesia dari Pulau Flores.

"Saya menghargai, mengapresiasi sekaligus ingin memperkenalkan budaya Suku Deu ke khalayak luas," katanya.

Budaya-budaya yang ada di Pulau Flores menurut Gus Jazil perlu dieksplorasi untuk pembangunan Indonesia sehingga kemajuan bangsa ini bisa dimulai dari timur.

Saat di hadapan ribuan warga Suku Deu, pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur itu menyampaikan terima kasih kepada Suku Deu yang telah menerimanya dengan hangat.

Ia mendoakan agar warga Suku Deu diberikan kesehatan, kemakmuran, kerukunan, dan kebersamaan.

"Saya menyaksikan pagi hari ini persatuan dan kekeluargaan dari Suku Deu, mudah-mudahan kebersamaan, kerukunan, dan kekeluargaan Suku Deu mengalir menjadi kekuatan dan energi untuk Indonesia,” kata Gus Jazil.

Kebersamaan, kekeluargaan, dan kerukunan itu, kata dia, menjadi modal pembangunan sehingga dapat melaksanakan pembangunan seperti yang dicita-citakan.

Sumber : antaranews.com

 

FB IMG 1609406827115SOPAN SANTUN

1. Jangan menelpon seseorang berturut-turut. Kalau tidak dijawab, berarti mereka sedang ada hal yang penting. Kirim pesan setelah itu dan tanyakan kapan waktu yang tepat untuk menelpon.

2 . Jangan sesekali memesan menu yang mahal saat ditraktir. Lebih elok, minta orang yang mentraktir untuk pilihkan menu.

3. Janganlah bertanya hal2 janggal seperti ini, "Oh, belum kawin ya? Umur sudah berapa nih?", atau "Belum ada anak yah? Kan sudah lama kawin?", "Kenapa belum beli rumah?". Itu hal pribadi. Tidak perlu ditanyakan. Bukan urusan kita.

4. Selalu buka dan pegangkan pintu untuk orang dibelakang kita, terutamanya orang tua atau ibu yg sedang mengendong anak. Tidaklah rugi membantu untuk memudahkan orang lain.

5. Berhati-hati dalam bercanda. Tidak semua orang bisa menerima cara kita. Kalau orang tidak suka, hentikan. Jangan diulang lagi.

6. Saat menerima pesan, balas walaupun terlambat atau sedang sibuk. Ingat, bukan kita saja yang sibuk. Saat mempunyai waktu, tetap balas dan mohon maaf atas keterlambatannya.

7. Beri pujian di depan orang ramai, tetapi beri kritikan secara pribadi dan saat sendiri. Usahakan untuk menambah kebaikan, bukan membuka aib.

8. Jangan membuat rencana di depan mereka yang tidak diajak atau diikut sertakan.

9. Hormati seseorang pada nilainya, bukan jabatan atau posisi. Seorang tukang cuci layak dilayani sama seperti seorang CEO. Mereka sama-sama manusia. Layanan kita yang penuh adab adalah cerminan nilai dalam diri kita.
.
.
.
Dahlan Hermawan

Sumber: https://www.facebook.com/803774136380640/posts/3851052371652786/

Screenshot 20200729 231949Ilustrasi bangunan tempo dulu dan bangunan modern

Mereka Yang Mengubur Sejarah Leluhurnya.

SitindaonNews.Com | Suku Batak di Sumatera Utara pada umumnya sangat menghargai dan menghormati leluhurnya.

Bentuk penghargaan dan penghormatan itu biasanya dengan membangun monumen atau makam berupa tugu tempat jenazah atau tulang belulang dari para leluhurnya.

Masing-masing marga Batak sudah sejak puluhan tahun lalu membangun dan meresmikan tugu tersebut dengan acara pesta besar yang dihadiri oleh seluruh keturunanannya yang datang dari berbagai daerah termasuk dari luar negeri.

Bentuk bangunan tugu tersebut pada umumnya adalah bentuk bangunan kuno dengan material alami sebagai ciri khas bangunan suku  Batak seperti situs purbakala yang akan menjadi menjadi cagar budaya di daerah tersebut.

Baca juga : CATATAN YANG TERKUBUR 

Sesuai perkembangan jaman, melihat bangunan tugu tersebut sudah tidak terawat dan sudah ketinggalan jaman dengan bangunan modern dengan material modern, para keturunan marga marga tersebut merasa perlu merehab atau merenovasi tugu para leluhurnya tersebut agar mengikuti bangunan dengan bentuk dan material modern.

Tetapi sesungguhnya renovasi tersebut telah menghancurkannya karena hasil akhirnya telah menghilangkan atau menghapus makna dan  nilai² seni, budaya, sosiologi,  arkeologi dan antropologi dari tugu tersebut sebagai situs purbakala sebagai salah satu cagar budaya di daerah yang ada di Sumatera Utara.

Keaslian dari wajah tugu itu sudah berubah total layaknya seperti hasil operasi plastik wajah seseorang. Tugu itu berubah menjadi sebuah bangunan modern yang dibangun pada era milenial masa kini dengan material keramik atau granit.

Permukaan dinding tugu yang semula penuh dengan relief dan ornamen batu alam sebagai simbol hubungan manusia dengan alam yang melambangkan persatuan hubungan kekerabatan keturunannya dalam sebuah bentuk bangunan tempo doeloe yang sarat dengan makna dan nilai² seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antrolologi sirna begitu saja secara sengaja atau tidak sengaja karena relief² tersebut telah tertutup atau diganti dengan kepingan kotak² keramik atau granit yang telah menjadi simbol peng-kotak²an keturunannya

Sangat mengecewakan karena renovasi yang di-bangga²kan itu sesungguhnya secara sadar atau tidak sadar telah menghapus 1 dekade atau mengubur jejak sejarah dari tugu itu sendiri.

Saya yakin para penggagas awal tugu tersebut pasti kecewa, sedih dan menangis, mereka tidak bisa berbuat apa² lagi karena generasi muda sebagai generasi penerusnya sudah merasa mempunyai pola pikir luar biasa dan hebat, lebih mengerti, lebih pintar dan merasa lebih mampu dan lebih hebat dalam segala hal.

Candi Borobudur juga mengalami renovasi dan pemugaran, tetapi tidak merubah wajah dan permukaannya, material pengganti diusahakan bentuk, ukuran dan warna yang sama dengan aslinya, sehingga candi tsb tetap terlihat dengan wajah dan bentuk aslinya. Nilai seni, budaya, sosiologi, arkeologi dan antropologi tetap dipertahankan.

Renovasi yang dibangga-banggakan tadi dengan biaya dan pesta yang besar yang katanya sebagai upaya membuat tugu tersebut sebagai sebagai cagar budaya di daerah itu justru sesungguhnya generasi marga tersebut secara sadar atau tidak sadar mereka telah mengubur jejak sejarah dari para leluhurnya sendiri, karena bangunan dan material tugu hasil renovasi tersebut tidak menggambarkan nilai-nilai sebagai sebuah cagar budaya.

Sebuah bangunan masa lalu dapat  dikatakan sebagai cagar budaya jika bentuk dan material bangunan tersebut dapat menggambarkan keadaan masa lalu...

*Tim redaksi Stindaon News.