
SAYA BERSAMA NINOY
Oleh: Birgaldo Sinaga
Suatu hari 11 Maret 2019, di Medan Grace Natalie berpidato dengan sinis menyerang partai satu koalisinya. GN mencemooh partai nasionalis lama yang menurutnya mendukung Perda Syariah. Juga partai nasionalis lama itu tidak melakukan apa2 ketika ada minoritas ditindas. Kasus Meliana di Tanjung Balai Asahan dijadikan contoh oleh GN. GN begitu bangga dengan partainya sebagai satu2nya partai yang peduli pada Meliana.
Saya menjawab pidato Grace itu dengan satu surat terbuka. Opini berbalas opini. Kata berbalas kata. Begitulah adabnya perbedaan pendapat. Perbedaan opini dibalas dengan opini juga. Itulah dialektika. Cara orang beradab menyelesaikan perbedaan pendapat.
Saya jawab tudingan GN itu dengan data dan fakta. Saya kirim sebagai surat terbuka kepada Grace Natalie. Tidak ada caci maki sumpah serapah di tulisan saya itu. Saya hanya mengharap agar ke depan jangan mengulangi menyerang rekan sekoalisi lagi. Itu tidak baik bagi perjuangan memenangkan Jokowi.
Cukup sampai di situ cerita tentang pidato Grace yang merusak harmoni rekan satu koalisi. Bagaimanapun pidato GN telah mengoyak harmoni sesama partai koalisi. Untunglah partai PDI P, Nasdem, Golkar tidak bereaksi berlebihan menanggapi kesinisan GN.
Ibarat sesama sopir lagi di jalan, sopir bus partai nasionalis lama lebih baik mengalah. Diam. Tidak membalas suara klakson memekakkan telinga bus berlogo tangan terkepal itu. Tidak ada laporan ke polisi. Tidak ada desakan permintaan maaf. Cukup saya dan beberapa teman membalas pidato GN itu. Cased closed.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya?
Kader, buzzer, dan simpatisan PSI menuding saya membenci dan tidak menyukai partai PSI. Hak berargumentasi saya atas pidato GN dianggap menyudutkan PSI. Sungguh aneh logika mereka. Grace yang menyerang duluan, saya membela diri, yang membela diri malah dianggap membenci PSI. Sejak saat itu, kacamata kader PSI, buzzer dan simpatisan PSI menjadikan saya common enemy. Rapopo. Sakarepmu.
Pada 10 Juli lalu, saya membaca tulisan Ninoy Karundeng yang masuk ke grup WA. Di fesbuk juga sudah menyebar tulisan Ninoy. Saya baca 2 kali. Saya berkesimpulan tulisan itu tendensius dan imajinatif. Asumsi yang berlebihan.
Tulisan Ninoy itu tidak saya share di FP dan akun fesbuk saya. Saya menghormati PSI. Tidak mau mengail di air keruh. Tidak mau menjadikan tulisan Ninoy itu mendiskreditkan PSI. Saya menahan diri.
Tulisan Ninoy viral. Sebagai respon atas tulisan Ninoy, meski saya berteman sejak jaman Ahok gubernur dan sesama mantan penulis di Seword, saya mengkritik dan mengecam tulisan Ninoy. Tulisan itu bagaimanapun merusak image PSI. Itu pasti. Saya tulis kritikan dan kecaman saya di FP saya. Sesuatu yang gak benar harus saya luruskan.
Esoknya, saya dapat kabar pentolan PSI Muannas Alaidid mengirim WA pada Ninoy.
"Elu bikin tulisan sampah soal PSI. Besok elu saya laporin ke polisi. Disuruh siapa? Dibayar siapa?"
"Kecewa aja Bro. Kok bergabung sama Anies. Cuma mengingatkan. Saya mencintai PSI kok bung Muannas???. Daripada ribut saya hapus saja. Gak ada yang bayar Bung Muannas???"
"Datang ya bro ke dpp jam 2 siang ini klarifikasi dan minta maaf secara terbuka. Tulisanmu itu bahaya buat dirimu dan PSI.
"Siap. Saya klarifikasi datang jam 14.00"

Pukul 14.00 wib, Ninoy menepati janjinya. Ia datang ke DPP PSI. Ia diminta untuk minta maaf secara terbuka. Ia diminta menulis permohonan maaf di atas kertas bermeterai. Ia juga diminta untuk minta maaf secara visual verbal direkam melalui video.
Dalam hitungan menit, video pernyataan maaf dan tanda tangan di atas meterai itu melesat ke seluruh semesta. Tidak kurang Grace Natalie, petinggi DPP PSI hingga pengurus tingkat kecamatan menyebarkan video norak picisan itu ke seluruh penjuru negeri. Belum lagi ditambah buzzer dan influencer top yang sudah terikat dengan PSI juga ikut membagikan video picisan itu.
Pada 10 Juli 2019, pukul 18.42 wib, Andy Budiman, pentolan PSI memposting video norak itu di akun fesbuknya. Video permintaan maaf Ninoy itu ditambah caption meminta pendapat netizen apakah sebaiknya PSI melaporkan Ninoy ke polisi atau bagaimana?

Saya berteman dengan Andy. Saya memberi nasihat.
"Udah minta maaf ya uwis om. Ojo diterusin. Nanti jadi melebar habis energi".
Kemarin, 12 Juli 2019, Ketua DPW PSI DKI Jakarta Michael Viktor Sianipar melaporkan Ninoy Karundeng ke polisi. Menurut Michael nama baik Partai PSI tercemar. Jadi harus dilaporkan ke polisi.
Terus terang saya sangat terperanjat dengan tindakan teman2 PSI ini. Saya tidak habis pikir dengan siasat muslihat mereka yang mengiming-imingi Ninoy datang ke kantor PSI untuk meminta maaf mengaku bersalah lalu setelah semua pernyataan bersalah dan minta maaf didapat lalu Ninoy ditembak. Mau dijebloskan ke penjara.
Cara-cara siasat muslihat licik ini memuakkan. Ini seperti cara culas mafia membunuh lawannya. Mengundang temannya makan malam lalu makanan itu ditaburi racun. Mati seketika.
Saya menulis ini tidak punya kebencian dengan PSI. Di PSI banyak teman yang saya kenal. Pernah bertemu dan bercakap2 dengan mereka. Ada Tsamara yang pernah satu panggung sebagai pembicara. Ada Uki yang pernah satu meja berbicara dengannya. Saya tidak punya masalah dalam tujuan, cita2 dan ideologi dengan teman2 PSI.
Kasus Ninoy ini mengusik saya. Ninoy teman saya. Teman seperjuangan sesama Ahoker. Sesama mantan penulis di Seword. Ninoy orang baik. Karena orang baik makanya Ninoy kooperatif, mau meminta maaf, mau mencabut tulisannya.
Sayangnya itu belum memuaskan teman2 PSI. Mereka ingin Ninoy membusuk di penjara agar dendam dan kemarahan mereka karena nama Sunny disebut2 Ninoy terlampiaskan.
Saya akan membela Ninoy. Sekuatnya. Semampu saya.
Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga
#saveninoy
#sayabersamaninoy
#istandwithninoy
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2294689524077180&id=1820404924838978